Minggu, 13 November 2011

BAREK SAPIKUA RINGAN SAJINJIANG



Oleh : H. Mas’oed Abidin
Perubahan tata kehidupan  di tengah perkembangan iptek memang satu keharusan. Perubahan itu tidak bisa ditolak. Ia selalu bergerak terus. Dunia ini selalu akan berisi perubahan-perubahan. Jika manusia menjadi statis di tengah dinamika perkembangan, maka yang timbul adalah  penderitaan. Perlu diperhitungkan obyektifitas. Manyarakat Minangkabau mestinya berperan aktif memanfaatkan perubahan-perubahan untuk peningkatan mutu kehidupan. Terutama di nagari-nagari. Baik di dalam bidang material dan kejiwaan. Hasilnya banyak tergantung dari kesiapan watak. Sangat salah apabila diperbudak perubahan. Karena itu berupayalah selalu memilah perubahan (inovasi) yang datang. Agar dapat berlaku tepat guna dan bernilai guna.
Merebut manfaat nilai lebih, tanpa mengorbankan nilai-nilai positif yang hakiki melalui kemajuan iptek yang mendunia tidak boleh mengorbankan nilai-nilai adat maupun keyakinan agama. Peningkatan kehidupan ekonomi tidak seharusnya menghapus nilai-nilai gotong royong yang sudah lama mengakar di dalam tata kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, Sumatera Barat ini. Bahkan, nilai itu dapat di ubah menjadi pendorong kearah pencapaian tingkat kehidupan ekonomi rakyat yang lebih mapan. Contoh besar adalah penguasaan hak atas milik ulayat sebagai penyertaan modal anak nagari.
Anak nagari di tengah investasi iptek yang mengglobal tidak mesti di marginalkan. Anak nagari tidak perlu dilatih  menjadi kuli di negerinya. Tidak pula perlu dibuat tatanan baru bahwa investor itu adalah tuan dengan kedudukan jauh di atas anak nagari yang tadinya adalah pemilik ulayat. Menata ekonomi nagari di Minangkabau mesti siap menerjemahkan duduk sama rendah tegak sama tinggi dalam kepemilikan. Investor pemilik modal darimanapun datangnya tidak dipersiapkan memerintah anak nagari. Investor adalah mitra kerja bersama anak nagari. Masyarakat nagari pemilik lahan ulayat. Ada peruntukan yang wajar dengan pemilik modal uang dan manajemen teknologi untuk meraih kemajuan bersama.     
Sikap jiwa saling memuliakan, tidak perlu diganti dengan egoistis. Ketidak pedulian sesama dapat berkembang menjadi hilangnya solidaritas sosial. Benteng kejiwaan anak nagari yang kuat adalah terpelihara nilai keseimbangan. Nilai budaya Minangkabau mengingatkan, "sekali aie gadang sekali tapian barubah". Yang berubah hanya tapian tempat mandi. Maknanya, perubahan (aie gadang) mesti dijaga tidak merusak tatanan adat bertepian. Perubahan akan selalu ada. Menghadapi setiap invasi  selalu diingat agar tidak terjadi "Jalan dialiah urang lalu. Tapian diasak urang mandi.". Keteguhan sikap dan pendirian amat perlu. Kita tidak dapat membayangkan, bentuk masyarakat macam apa nantinya jika nilai-nilai (norma-norma) sudah menipis. Mesti dipelihara kekuatan mempertahankan hak dengan kebiasaan  melaksanakan kewajiban.
Nilai agama dan budaya, pada dasarnya berisikan piagam dasar kewajiban asasi manusia (masyarakat). Yang dicemaskan bila perubahan akan menghapus ukuran kelayakan baik buruk, boleh tidak, kepantasan (normatif) manusiawi. Apalagi di Minangkabau ukurannya adalah alur dan patut. Kita wajib bersyukur kepada Allah SWT, atas mulai meningkatnya taraf kemakmuran masyarakat, dalam ukuran materi. Disadari kenaikan pendapatan masyarakat tidak sebanding dengan kebutuhan yang meningkat tajam. Memilih mana yang pokok mesti dipertahankan agar jangan sampai salah arah dalam menentukan pilihan. Jangan lebih berat singgulung dari beban. Seperti dalam perdagangan kapitalis masyarakat didorong mendapatkan kemudahan melalui hutang atau kredit tanpa agunan. Keadaan ini, menjalar hingga ke pelosok dusun. Tanpa disadari, bayang-bayang tidak lagi sepanjang badan. Akibatnya kemiskinan kian hari kian mendekat. Orang miskin makin terperosok dalam ke jurang hutang. Jumlah mereka setiap hari bertambah dan ditambah pula harga kebutuhan meningkat dan hutangpun ikut melilit pinggang.
Penghapusan kemiskinan hanya mungkin dengan dibukanya sumber pendapatan yang bervariasi. Misalnya perkebunan atau peternakan. Bagi daerah-daerah tertentu, dapat dikembangkan pertukangan dan kerajinan rumah tangga. Program terpadu dalam upaya penghapusan kemiskinan dapat dikembangkan pada sentra perikanan dan pertukangan. Begitu pula home industri atau usaha-usaha serupa. Warga nelayan yang miskin, secara berangsur-angsur dapat memiliki perahu-perahu pemukat, mesin tempel (motor boat), jaring-jaring pukat dan peralatan  yang layak dipunyai usaha nelayan. Membentuk nagari binaan menjadi langkah awal dengan mengikutsertakan seluruh unsur masyarakat nagari dan rantau lebih terpadu. Barek sapikue ringan sajinjiang. Peranan informal leader amat menentukan.
Meningkatkan pendapat masyarakat nagari, akan menjadi  sumber pendapatan baru bagi masyarakat kota. Rumus ini tidak perlu diragukan lagi. Sesungguhnya ini adalah garisan Allah Subhanahu wa Taala. “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Isra’, 17:26-30). Peralatan permodalan, peternakan dan pertukangan seperti mesin jahit untuk sentra “home industri”, dengan sasaran kelompok miskin sesungguhnya dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah, jika kita mau bertolak dari sini. Insyaallah.  
(Dimuat di HU. Haluan, Ahad, 13 Nopember 2011, Rubrik Mamangan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar