Budaya
Minangkabau dibangun di atas
Peta Realitas, yakni Adat yang bersendi kepada “Nan
Bana”, direkam lewat bahasa lisan berupa pepatah,
petatah petitih, mamang, bidal, pantun, yang dikenal sebagai Kato Pusako yang menjadi rujukan di dalam penerapan perilaku masyarakat Minangkabau.
Para filsuf
dan pemikir Adat Minangkabau meletakkan landasan filosofis Adat Minangkabau
atas dasar pemahaman yang mendalam tentang bagaimana bekerjanya alam semesta
serta dunia ini termasuk manusia dan masyarakatnya, yang diungkap dalam ”kato”
yang menjadi mamangan masyarakatnya, melahirkan Fatwa adat menyebutkan ;
“Alang tukang tabuang kayu, Alang cadiak binaso adat,
Alang alim rusak agamo, Alang sapaham kacau nagari. Dek ribuik kuncang ilalang,
Katayo panjalin lantai, Hiduik jan mangapalang, Kok tak kayo barani pakai.
Baburu kapadang data, Dapeklah ruso balang kaki, Baguru kapalang aja, Bak bungo
kambang tak jadi”.
Filsul dan pemikir yang merenda Adat
Minangkabau telah mengakui dan memahami
keberadaan Nan Bana, Nan Badiri Sandirinyo, dan menjadikan alam semesta menjadi
”ayat dari Nan Bana” atau ayat kauniyah yang membimbing kepada kesadaran
kolektif berupa Pandangan Dunia dan Pandangan Hidup (PDPH) masyarakat
Minangkabau yang memengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan, adat istiadat
yang lebih dikenal sebagai Adat nan Diadatkan dan Adat nan Taradat.
Salah
satu keunggulan dinamika
agama dalam tatanan kehidupan
kemasyarakatan adalah penguatan
peran perkerabatan dalam implementasi tatanan adat budaya Minangkabau. Ajaran
syarak (Islam) mendorong sikap untuk maju. Namun tatanan nilai yang baik itu
dapat berubah karena longgar menjaga tatanan adat istiadat. Rapuhnya akhlak
anak generasi akan merusak bangunan kehidupan. Budaya Minangkabau membentuk
generasi nan kuriek kundi nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso.
Urgensi
Ajaran Islam sesuai sabda Rasul
Allâh SAW mengingatkan bahwa, "Ada tiga
faktor membinasakan manusia yaitu mengikuti hawa nafsu, kikir yang melampaui
batas dan mengagumi diri sendiri (‘ujub)." (HR. al-Tirmidziy).
Pengabaian pesan
Rasulullah ini akan menumbuhkan penyakit social yang kronis. Penyakit
Masyarakat ini menjadi lebih parah
karena umat menjauh dari aqidah tauhid sehingga tumbuh perilaku tidak
berakhlak Islami serta suka melalaikan
ibadah. Solusi
sebenarnya dari beban permasalahan besar ini hanya mengupayakan Pendidikan dengan pengenalan Iman dan Akhlaq Qurani serta penguatan peran perkerabatan dalam
implementasi tatanan adat budaya Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar